Apa itu?
Pentjak Silat adalah seni bela diri Indonesia. Ini adalah bentuk pertahanan diri yang efektif, di mana pengguna menggunakan antara lain pukulan, daging, tendangan, klem, sapuan kaki dan teknik gunting. Pentjak Silat ditandai dengan eksekusi yang anggun, gangguan lawan dengan gerakan mengancam dan serangan kejutan cepat.
Tapi Pentjak Silat lebih dari sekadar bentuk bela diri atau seni bertarung. Ini adalah sistem pengembangan pribadi yang lengkap, dengan filosofi dan kode etiknya sendiri. Dengan demikian, ini dapat berfungsi sebagai jalur pengembangan bagi mereka yang ingin berlatih seni pertempuran ini.
Di Indonesia, sekitar 16 juta orang mempraktekkan salah satu dari sekitar 800 gaya Pentjak Silat, beberapa di antaranya telah menyebar ke luar Indonesia pada paruh kedua abad ke-20.
Konsep
Pendapat berbeda-beda mengenai arti dan asal mula istilah "Pentjak" dan "Silat", kemungkinan besar karena banyaknya bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia.
"Pentjak" biasanya dijelaskan sebagai "gerakan tubuh yang terampil dan khusus". Dalam pengertian ini, istilah ini dapat merujuk pada latihan itu sendiri sebagai bentuk senam, yang tidak secara definisi dimaksudkan untuk pertahanan diri.
"Silat" secara harfiah berarti "untuk memukul" atau "untuk mempertahankan". Ini bisa berasal dari "Bersilat 'yang terbentuk dari komponen" Ber "(untuk melakukan) dan" Silat "(untuk bertarung). Singkatnya, Silat mengacu pada penerapan Pentjak untuk pertahanan diri.
Semua digabungkan, "Pentjak Silat" dapat diterjemahkan sebagai "untuk bertarung menggunakan gerakan tubuh khusus".
Sejarah
Asal
Sumber pasti seni pertempuran Timur sulit dipastikan. Para ahli sering menyebut para pendeta dan biksu keliling sebagai orang pertama yang mengembangkan dan menyebarkan seni bertarung di Asia.
Sedikit yang diketahui tentang asal-usul seni bertarung di Indonesia, kecuali apa yang sampai kepada kita dalam sejumlah catatan dan legenda pemerintah. Menurut antropolog budaya, Pentjak Silat mungkin pertama kali dikembangkan di antara orang Minangkabau di Sumatra dan pulau-pulau di sekitarnya, seperti Kepulauan Riau. Pulau-pulau ini merupakan persimpangan penting antara India dan Cina, dan didiami oleh para biksu dari kedua negara. Dari sini, Pentjak Silat menyebar lebih jauh ke Indonesia. Sebagai hasil dari bentangan geografis Indonesia yang luas dan keadaan lokal yang beragam, banyak bentuk atau “gaya” Pentjak Silat telah berkembang.
Periode Hindu-Buddha
Unsur-unsur penting dalam pengembangan awal Pentjak Silat adalah "keraton" (istana) para sultan Indonesia. Sebagai panglima perang, para sultan bertanggung jawab untuk melindungi domain mereka. Pengadilan para sultan sering dikunjungi oleh para biku yang bepergian yang kemudian akan bertukar pengetahuan tentang berbagai mata pelajaran, termasuk seni bertarung. Seni bela diri adalah yang pertama dan terutama merupakan kebutuhan praktis untuk bertahan hidup di masa perang. Pelatihan dalam seni bertarung adalah pelatihan bertahan hidup. Dalam apa yang disebut "pesantren", sebuah biara Hindu-Budha, para siswa muda yang aristokrat dilatih dalam banyak hal, termasuk seni bertarung. Rezim fisik ini dikombinasikan dengan ajaran spiritual dasar dalam agama dan mata pelajaran mistis lainnya. Seiring berjalannya waktu,
Islam
Pada abad ke-15, Islam mulai mengerahkan pengaruhnya di Indonesia. Para penakluk Islam berjuang banyak pertempuran dengan penguasa Hindu yang ada. Ini pasti memberikan dorongan baru untuk lebih menyempurnakan teknik pertempuran. Pada dan setelah periode waktu ini, Pentjak Silat mengalami pengaruh Arab yang cukup besar, seperti pengenalan senjata Muslim yang khas.
Kolonialisme
Belanda tiba di Kepulauan Indonesia pada abad ke-17 dan memulai penjajahan. Orang Indonesia mencari berbagai cara untuk menghindari dominasi mereka, dan penjajah militer Belanda sering melakukan pemberontakan dan gerakan perlawanan. Praktek seni bela diri dan pertempuran serta penggunaan senjata tradisional dilarang. Akibatnya, Pentjak Silat dipraktikkan secara rahasia dan menjadi simbol perlawanan bawah tanah. Di depan umum, teknik Pentjak Silat disembunyikan dan hanya diperagakan sebagai bentuk tarian.
Pada abad ke-19, Belanda merangsang migrasi ratusan ribu pedagang Cina ke ekonomi untuk merangsang pertumbuhan. Orang Cina membawa teknik Kuntao bersama mereka dari Tiongkok. Kemungkinan besar, teknik Cina ini juga memengaruhi Pentjak Silat.
Perkembangan di awal abad ke-20
Abad ke-20 membawa sentimen nasionalistis di Indonesia. Berbagai gerakan emansipasi muncul. Di Pentjak Silat, periode ini menyaksikan kebangkitan gaya "Setia Hati". Banyak gerakan ditujukan untuk mengakhiri pemerintahan Belanda. Konflik antara kerinduan Indonesia akan kebebasan dan penjajahan Belanda semakin mendorong Pentjak Silat. Banyak gaya Pentjak Silat adalah ungkapan keinginan untuk kemerdekaan.
Perang Dunia Kedua
Selama Perang Dunia II, Jepang menginvasi Hindia Belanda pada tahun 1942. Semua partai politik didorong di bawah tanah serta sebagian besar gaya Pentjak Silat. Meskipun pasukan pendudukan Jepang mencabut larangan bertarung seni, sebagian besar sesi pelatihan tetap dalam lingkaran tertutup.
Setelah Perang Dunia Kedua
Belanda kembali ke Indonesia pada tahun 1945 setelah kapitulasi Jepang. Teriakan untuk kemerdekaan Indonesia menjadi semakin keras, dan perlawanan terhadap kekuatan kolonial Belanda tumbuh. Pada 1947, pemerintah Belanda memilih aksi militer. Gerakan militer bawah tanah dan sentimen anti-Belanda bergabung untuk lebih merangsang pengembangan seni pertempuran. Baik pada saat-saat gerilya darat maupun pasukan Belanda (Angkatan Kerajaan Belanda Indonesia dan Pasukan Khusus Ratu) seni pertempuran diajarkan secara luas. Ini sangat berguna selama pertempuran jarak dekat antar manusia di hutan. Setelah Indonesia menerima kemerdekaannya pada tahun 1950, penduduk pulau (terutama Maluku), yang telah berpartisipasi dalam pasukan khusus ini, beremigrasi ke Belanda, dan bersama-sama dengan orang Indonesia Belanda, memperkenalkan Pentjak Silat.
Setelah Perang Dunia II pada 18 Mei 1948, IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia), Federasi Pentjak Silat Indonesia, didirikan di Indonesia. Pada tahun 1980, PERSILAT, Federasi Pencak Silat Internasional, didirikan oleh IPSI (Indonesia), PERSISI (Singapura), (Malaysia) dan PERSIB (Brunei Darussalam).
Organisasi
IPSI
Pada 18 Mei 1948, anggota sekolah Pentjak Silat muncul sebagai organisasi antar-daerah, membentuk Federasi Pentjak Silat Nasional Indonesia, dan memanggil Ikatan Pentjak Silat Indonesia (IPSI). Pada tahun-tahun berikutnya, banyak sekolah lain juga bergabung dengan federasi ini. Pada hitungan resmi terakhir, sekitar 823 sekolah terpisah terdaftar.
PERSILAT
Untuk mempromosikan Pentjak Silat pada skala yang lebih luas, serta persatuan internasional dalam olahraga, Federasi Pentjak Silat Internasional, yang disebut Persekutuan Pentjak Silat Antarabangsa (PERSILAT), dibentuk pada 11 Maret 1980 di Jakarta oleh perwakilan dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei. Sebagai federasi internasional, PERSILAT didasarkan pada prinsip-prinsip persaudaraan, solidaritas dan saling menghormati terlepas dari ras, kepercayaan atau warna kulit.
Persaudaraan Setia Hati "Terate" atau PSHT
Gaya
Organisasi
Tujuan dari Persaudaraan Setia Hati Terate adalah untuk menyebarkan sistem pengembangan pribadi untuk pikiran dan tubuh. Gaya Pentjak Silat ini adalah salah satu gaya terbesar dan paling luas di Indonesia.
'Episentrum' fisik dan spiritual Persaudaraan Setia Hati Terate adalah kota Madiun, di Jawa Timur, Indonesia. Di kota berpenduduk 600.000 ini, sekitar 15% dari populasi terlibat aktif dalam PSHT.
PSHT saat ini menghitung sekitar 1,5 juta anggota di Indonesia yang tersebar di 177 “Cabang” (Kota atau Kabupaten). Kantor Pusat dan Dewan Pusat organisasi PSHT berada di Madiun yang terletak di Jawa Timur.
Madiun juga merupakan rumah bagi dewan pengurus pusat PSHT. Ketua Dewan Pengurus Pusat saat ini adalah Mas Tarmadji Boedi Harsono.
Ruang lingkup PSHT lebih luas dari seni pertempuran saja. PSHT juga merupakan organisasi sosial-budaya, dengan program pendidikannya sendiri. Ini mengatur kegiatan pendidikan dan sosial-budaya untuk masyarakat setempat. Ia memelihara kontak yang baik dengan pemerintah dan organisasi sosial-budaya lainnya. Dan anggota PSHT mempertahankan posisi yang bertanggung jawab di masyarakat.
Sejarah
Pada tahun 1903, Ki Ageng Soerodiwirjo meletakkan dasar bagi gaya Pentjak Silat Setia Hati. Sebelumnya ia menyebut Fisik / Gerakan Pentjak Silat-nya "Djojo Gendilo Tjipto Muljo" dan Spiritual disebut "Sedulur Tunggal Ketjer", di Kampoeng Tambak Gringsing, Surabaya. Pada tahun 1917 Ki Ageng Soerodiwirjo pindah ke Madiun dan membangun gayanya bernama Persaudaraan Setia Hati di Desa Winongo, Madiun. Persaudaraan Setia Hati bukanlah sebuah organisasi, itu hanya persaudaraan di antara para siswa, karena pada waktu itu organisasi Pencak Silat tidak diizinkan oleh Kolonialisme Belanda. "Setia Hati" berarti "Hati Setia". Soerodiwirjo lahir dari keluarga aristokrat di Madiun, Jawa Timur, Indonesia, pada kuartal terakhir abad ke-19. Dia akhirnya dijuluki "Ngabei", gelar aristokrat eksklusif yang diberikan oleh Sultan hanya kepada mereka yang telah membuktikan diri mereka layak secara spiritual. Dia tinggal dan bekerja di berbagai lokasi di Jawa dan Sumatra, di mana dia belajar beragam gaya Pentjak Silat. Di Sumatra, ia juga belajar di bawah bimbingan guru spiritual. Kombinasi ajaran spiritual (kebatinan) ini dan apa yang telah ia saring dari beragam gaya seni bertarung membentuk dasar bagi Setia Hati. Ki Ageng Hadji Soerodiwirjo meninggal pada 10 November 1944 di Madiun. Kombinasi ajaran spiritual (kebatinan) ini dan apa yang telah ia saring dari beragam gaya seni bertarung membentuk dasar bagi Setia Hati. Ki Ageng Hadji Soerodiwirjo meninggal pada 10 November 1944 di Madiun. Kombinasi ajaran spiritual (kebatinan) ini dan apa yang telah ia saring dari beragam gaya seni bertarung membentuk dasar bagi Setia Hati. Ki Ageng Hadji Soerodiwirjo meninggal pada 10 November 1944 di Madiun.
Pada tahun 1922, Hardjo Oetomo (1883-1952), seorang pengikut gaya Setia Hati, meminta izin Ki Ageng Soerodiwirjo untuk mendirikan Sekolah Setia Hati untuk generasi muda dan diizinkan oleh Ki Ageng Soerodiwirjo, tetapi harus dengan nama yang berbeda. Pak Hardjo Oetomo dari pada mendirikan “SH PSC” singkatan dari Persaudaraan Setia Hati “Pemuda Sport Club”. Sistem ini kemudian disebut Persaudaraan Setia Hati Terate atau PSHT pada tahun 1948 selama kongres pertama di Madiun.
Setelah Perang Dunia II, PSHT terus menyebar ke seluruh Indonesia. Tokoh penting di balik popularitas yang semakin meningkat ini adalah Bpk. Irsjad murid pertama Ki Hadjar Hardjooetomo yang menciptakan 90 Senam Dasar (Latihan Dasar), Jurus Belati (Jurus dengan Pisau), dan Jurus Toya (Jurus dengan Tongkat Panjang). Salah satu murid Bapak Irsjad adalah Mas Imam Koessoepangat (1939-1987), pemimpin spiritual PSHT pada saat itu. Penggantinya, Mas Tarmadji Boedi Harsono, adalah pemimpin dewan pusat PSHT saat ini.
Filsafat
Seni bela diri
Setiap seni bela diri timur didasarkan pada filosofi dengan kode etik yang terkait. Ini juga berlaku untuk Pentjak Silat. Praktek seni bela diri memiliki tujuan membantu siswa mengembangkan karakter yang jujur dengan hidup sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai dasar seni. Siswa berusaha untuk keharmonisan dalam tubuh dan jiwa, dalam kecerdasan dan emosi.
Persaudaraan Setia Hati Terate adalah cara hidup, jalan hidup. Unsur olahraga hanyalah aspek kecil, salah satu dari banyak batu dari mana jalur PSHT diaspal. Dengan pendekatan yang lebih luas ini, Persaudaraan Setia Hati Terate bukanlah olahraga pertempuran, melainkan seni pertempuran. Olahraga pertempuran adalah perjuangan dengan olahraga lainnya. Seni bertarung adalah perjuangan dengan diri sendiri.
Aturan dasar
Berusaha menuju keharmonisan dalam tubuh dan pikiran, Persaudaraan Setia Hati Terate didirikan pada lima prinsip dasar:
1. Persaudaraan (Persaudaraan atau persaudaraan)
2. Olah Raga (Olahraga)
3. Bela Diri (Bela Diri)
4. Seni Budaya (Seni dan budaya)
5. Kerokhanian Ke SH an (Perkembangan Spiritual)
Filosofi lengkap dari Persaudaraan Setia Hati Terate dapat dilihat pada lambang-lambang PSHT.
Emblem PSHT
Berikut ini menjelaskan berbagai konsep dan simbol dalam lambang PSHT. Ini mewujudkan bagian dari filosofi Persaudaraan Setia Hati Terate.
Persaudaraan
Konsep ini, yang dapat diterjemahkan sebagai "persaudaraan" atau "persaudaraan", mengungkapkan visi bahwa semua orang adalah saudara. "Saudara" diterjemahkan sebagai "saudara laki-laki" dan "saudara perempuan": wanita juga merupakan bagian dari "persaudaraan". Ini menyiratkan rasa saling menghormati, solidaritas, dan kerja sama. Persaudaraan menggantikan budaya, ras, kepercayaan, dan afiliasi politik.
Setia Hati
Ini dapat diterjemahkan sebagai "hati yang setia". Ini menyiratkan bahwa seseorang harus selalu jujur pada hati seseorang (perasaan emosional) dalam semua keputusan hidup. Namun, emosi ini harus selaras dengan kognisi rasional seseorang. Apa yang dirasakan hati dan apa alasan intelek harus sesuai. Jika kedua elemen tersebut tidak selaras, maka keputusan yang diambil salah.
Jantung
Hati digambarkan dalam lambang. Sinar yang berasal dari hati ini adalah representasi simbolik dari konsep persaudaraan: seseorang mengirimkan pikiran atau perasaan baik kepada orang lain. Papan merah di sekitar hati adalah simbol pembelaan diri: seseorang bercita-cita untuk persaudaraan dan apa yang bisa ditawarkan orang lain, tetapi tidak dengan mengorbankan diri sendiri. Putih melambangkan cinta dan kebersihan batin.
Terate
Terate adalah teratai air (bunga lotus). Ini melambangkan tekad, ketahanan dan kemampuan untuk beradaptasi. Bunga ini dapat tumbuh subur di segala kondisi. Di udara. Di dalam air. Dalam kondisi kering dan basah. Siswa PSHT sama-sama mampu beradaptasi dan mengatasi keadaan sulit. Dan seperti Terate, terlepas dari pengaruh negatif dari lingkungan sekitar, siswa PSHT menjaga kebersihan batinnya. Terate dapat mekar di lumpur, tetapi ia mempertahankan keindahan dan kemurniannya.
Jalan
Garis merah vertikal ditemukan di sisi kiri lambang, diapit di setiap sisi menjadi garis putih. Ini adalah "jalan lurus", melambangkan pertumbuhan mental dan spiritual yang harus dicita-citakan oleh siswa PSHT. Selama inisiasi ke Tingkat Pertama, kandidat bersumpah untuk mengikuti jalan ini dan mematuhi aturan perilaku tertentu.
Senjata
Akhirnya, sejumlah senjata berwarna kuning terlihat pada lambang tersebut. Ini melambangkan jalan fisik yang harus diikuti seseorang untuk akhirnya mencapai pertumbuhan spiritual.
Derajat
Jalur Persaudaraan Setia Hati Terate dibagi menjadi tiga derajat.
Tingkat Satu (Tingkat Satu):
Gelar Pertama terutama ditujukan untuk pengembangan fisik. Melalui sistem gerakan fisik terampil (Pentjak), siswa belajar menggunakan tubuh mereka secara efektif.
Tingkat Pertama dibagi lagi menjadi beberapa langkah, ditambah dengan sistem sabuk dan slendang yang telah lulus. Setiap langkah diakhiri dengan ujian.
Tingkat Dua (Tingkat Dua):
Gelar Kedua berfokus terutama pada Silat, demobilisasi penyerang menggunakan teknik fisik (Pentjak) yang dipelajari untuk Gelar Pertama. Siswa belajar memanfaatkan kekuatan batin secara efektif melalui konsentrasi, teknik pernapasan, dan meditasi.
Bentuk pertahanan diri ini bisa sangat mematikan. Oleh karena itu diajarkan hanya kepada pemegang PSHT Slendang Putih Tingkat Pertama, dan yang, setelah bertahun-tahun pelatihan dalam disiplin, kemauan dan pembentukan karakter mampu menguasai Silat "asli". Pelatihan untuk Slendang Putih Gelar Kedua pada dasarnya adalah 50% pengembangan fisik dan 50% pengembangan mental.
Tingkat Tiga (Tingkat Tiga):
Gelar Ketiga hanya ditujukan untuk segelintir orang yang dipilih: bagi mereka yang dapat menggabungkan semua kekuatan positif yang telah mereka pelajari dan menerapkannya untuk kepentingan umat manusia. Tingkat Ketiga adalah 95% spiritual dan 5% perkembangan fisik.
Di Indonesia, saat ini ada sekitar 300.000 pemegang Slendang Putih Gelar Pertama dan sekitar 160 pemegang Slendang Putih Gelar Kedua. Sayangnya hanya ada satu orang di Indonesia yang memiliki Slendang Putih Gelar Ketiga, ketua PSHT, Mas Tarmadji Boedi Harsono, karena yang lain sudah lewat.
Senjata
Senjata yang digunakan di Pentjak Silat adalah kombinasi dari senjata asli dan yang dibawa ke Indonesia dari seluruh benua Asia. Sejumlah senjata ini awalnya merupakan alat yang digunakan untuk mengerjakan tanah. Hampir setiap gaya tradisional Pentjak Silat menggunakan senjata berikut.
Pisau atau belati
Pisau adalah pisau pendek tanpa bentuk atau panjang tertentu.
Golok dan parang
Golok adalah golok pendek dan berat dengan pisau satu sisi. Parang juga merupakan jenis parang yang digunakan secara luas. Keduanya awalnya digunakan sebagai alat pertanian.
Trisula
Trisula adalah garpu logam tiga cabang. Panjangnya bervariasi dari 25 hingga 65 cm. Trisula kemungkinan besar berasal dari India.
Toya
Toya adalah tongkat kayu, umumnya terbuat dari rotan. Panjangnya bervariasi dari 1,5 hingga 2 meter, tetapi pada prinsipnya sedikit lebih pendek daripada orang yang menggunakannya. Toya berdiameter antara 3,5 dan 5,0 cm.
Selain senjata yang disebutkan di atas, sebagian besar gaya Pentjak Silat juga menggunakan senjata spesifik mereka sendiri. Di PSHT, senjata berikut juga digunakan.
Celurit
Celurit adalah istilah bahasa Indonesia untuk sabit, alat pertanian dengan pisau baja pendek berbentuk setengah bulan. "Semut" adalah sabit yang lebih kecil. Ujung tombak ada di bagian dalam mata pisau.
Krambit
Krambit adalah penjepit tinju yang dipegang kepalan tangan dengan bilah dua sisi dalam bentuk setengah bulan. Krambit awalnya adalah senjata Muslim. PSHT adalah satu-satunya gaya Pentjak Silat yang menggunakan senjata ini.